Tidak dapat dipungkiri manusia adalah individu yang tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya, seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Tidak terkecuali pada kalangan remaja. Di dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju kejenjang kedewasaan kebutuhan-kebutuhan remaja selalu mengalami perubahan, dan kebutuhan yang mendasar adalah kebutuhan fisik dan psikologis yang menyebabkan bagaimana remaja berperilaku. Remaja yaitu dari bahasa Latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. (Hurlock, 1992). Adapun usia remaja Monks membagi masa remaja menjadi tiga fase, yaitu: Fase remaja awal dalam rentang usia 12-15 tahun, fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun, dan fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun (Monks, dkk 2001). Masa remaja adalah masa mencari identitas dan periode transisi pada usia remaja membuat remaja akan selalu berusaha untuk dapat diterima dengan baik oleh kelompok sosialnya, berbagai usaha dilakukan oleh remaja untuk mengangkat dirinya sendiri agar dipandang sebagai individu. Salah satu usaha yang dilakukan adalah remaja terus menerus mengikuti perkembangan mode, membeli barang-barang branded (barang-barang mahal untuk kelas remaja ) untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja, (Santrock dalam Kusumaningtyas,2009). Jika remaja merasa memiliki kekurangan pada dirinya dalam konteks fisik, maka remaja ini akan cenderung menggunakan barang-barang branded sebagai kompensasi terhadap kekurangannya. (Sinaga dalam Kusumaningtyas, 2009). Perilaku seperti ini sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Tidak jarang penulis temui remaja-remaja yang kepercayaan dirinya tergantung pada barang-barang branded. Bukan nama yang sebenarnya “Mawar” (16 tahun), “saya nggak PD jalan dan nongkrong sama teman-teman d Mall-mall, cafe, restaurant dan tempat-tempat keren lainnya, kalau ngga pake barang-barang branded, karena dengan barang-barang branded kepercayaan diri saya semakin bertambah,dan untuk mendapatkan biasanya minta sama orangtua bahkan sampai merengek-rengek” ungkapnya sambil tersenyum. Sebenarnya mengkonsumsi barang-barang branded yang tergolong mahal itu tidaklah menjadi problem yang sangat besar bagi remaja yang status ekonominya memang serba berkelebihan, remaja telah memahami bahwa kepercayaan diri itu tidak hanya dari menggunakan barang-barang branded, dan perlu diingat juga jangan sampai memaksakan keadaan, karena itu akan menyebabkan kondisi keuangan tidak terorganisasi dengan baik. Namun sangat disayangkan bahwa realitasnya sebagian remaja melakukan hal-hal yang buruk untuk memenuhi keinginannya, seperti memaksa orang tua bahkan ada yang sampai menipu orang tuanya. Contohnya “LD” (18 tahun) menghabiskan uang kuliahnya belanja barang-barang branded seperti baju, tas, sepatu di mall-mall & di butik-butik, perlengkapan kampus yang lebih pentingpun terabaikan. Dan jika merasa budgetnya sudah tidak mencukupi dia hanya meminta uang bahkan tidak segan berbohong ke orangtuanya dengan alasan pembayaran uang kuliah seperti uang praktek, uang buku, uang ujian dll. Tidak hanya itu saja banyak hal-hal yang lebih buruk lagi, seperti menjual diri sebut saja “Bunga” (19 tahun), rela melakoni profesi sebagai PSK karena tuntutan gaya hidup yang up to date yang membuat rasa percaya dirinya meningkat. “hmmmmmmm Sekarang mah enak bebas beli barang-barang branded dan tentunya lebih percaya diri bergaul dengan teman-teman”, ungkapnya polos”. Rasa ketergantungan remaja terhadap barang-barang branded seperti diatas semakin hari semakin banyak kita saksikan, disaat remaja diharapkan menjadi generasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa, sungguh memprihatinkan ketika kita melihat fakta bahwa hal tersebut berbanding terbalik. Tentu sebagai orangtua tidak menginginkan hal-hal buruk diatas terjadi pada anak-anak, dan remaja-remaja sendiri pun tidak menginginkannya, karena dampaknya sangat buruk dan tentunya akan menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Nah sekarang pertanyaannya adalah bagaimana agar remaja terhindar dari perilaku negatif seperti ini ? solusinya adalah pertama dari orangtua karena orangtua memegang peranan yang paling istimewa. Orang tua harus secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang, sehingga anak akan berpikir bahwa ia pantas untuk dicintai baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri, sebaliknya jika orangtua tidak memberikan kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan dengan anak, maka anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kurang, orangtua sebaiknya menghindari membanding-bandingkan dengan saudara kandung ataupun dengan anak orang lain, dan orangtua harus membiarkan anak mengambil resiko, membuat pilihan, memecahkan, dan mengakhiri apa yang telah anak mulai. Sedangkan Untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada diri remaja sendiri yaitu remaja harus memiliki konsep diri yang positif, jika seseorang individu sudah mengenal keadaan dirinya dan dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki maka individu tersebut akan memiliki percaya diri yang baik, percaya pada kemampuan diri sendiri dan menganggap bahwa diri kita sebagai seseorang yang spesial kita tidak boleh menganggap remeh diri kita sendiri karena kita dilahirkan dalam keadaan hebat, percaya bahwa kita dilahirkan memiliki kelebihan untuk menutupi kelemahan orang lain, Perkaya diri dengan banyak pengetahuan karena itu akan membuat rasa percaya diri meningkat ketika sedang berbicara, berinteraksi dengan lingkungan dengan interaksi seseorang individu akan memperoleh informasi dirinya dari orang lain, sehingga individu lebih mengenal dirinya lebih dalam, mendekatkan diri dengan lingkungan yang positif seperti masuk dalam tim olahraga, kesenian, kelompok-kelompok diskusi atau berorganisasi karena untuk meningkatkan rasa percaya diri bukan hanya soal jadi populer tapi bagaimana “dikenal”, dan tentunya jalan yang termudah adalah bergabung dengan kelompok-kelompok olahraga, kesenian, kelompok diskusi di sekolah, kampus, dan organisasi kemasyarakatan lainnya, nah yang terakhir adalah berdoa karena semua usaha akan lebih sempurna jika diiringi dengan doa. So come on, jadilah remaja yang cerdas jangan mau jadi remaja yang menggantungkan kepercayaan diri pada barang-barang branded, percayalah tanpa barang-barang branded kalian para remaja akan tetap menjadi anak yang keren kok,karena membanggakan atau tidak membanggakan, dan diterima atau tidak diterima dalam kelompok sosial itu tidak tergantung pada barang branded yang kalian bawa atau kalian pakai. Sekali lagi penulis ingatkan bahwa, bukan hanya untuk kaum remaja saja tetapi orangtua pun harus mengetahui dan menjalankan fungsi dan perannya dengan baik, sehingga remaja dapat terhindar dari perilaku negatif dan bisa menggapai cita-cita yang diinginkan.
Sabtu, 10 Juni 2017
KETIKA KEPERCAYAAN DIRI REMAJA TERGANTUNG PADA BARANG-BARANG BRANDED
Tidak dapat dipungkiri manusia adalah individu yang tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya, seperti kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Tidak terkecuali pada kalangan remaja. Di dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju kejenjang kedewasaan kebutuhan-kebutuhan remaja selalu mengalami perubahan, dan kebutuhan yang mendasar adalah kebutuhan fisik dan psikologis yang menyebabkan bagaimana remaja berperilaku. Remaja yaitu dari bahasa Latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. (Hurlock, 1992). Adapun usia remaja Monks membagi masa remaja menjadi tiga fase, yaitu: Fase remaja awal dalam rentang usia 12-15 tahun, fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun, dan fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun (Monks, dkk 2001). Masa remaja adalah masa mencari identitas dan periode transisi pada usia remaja membuat remaja akan selalu berusaha untuk dapat diterima dengan baik oleh kelompok sosialnya, berbagai usaha dilakukan oleh remaja untuk mengangkat dirinya sendiri agar dipandang sebagai individu. Salah satu usaha yang dilakukan adalah remaja terus menerus mengikuti perkembangan mode, membeli barang-barang branded (barang-barang mahal untuk kelas remaja ) untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa penampilan fisik merupakan suatu kontributor yang sangat berpengaruh pada rasa percaya diri remaja, (Santrock dalam Kusumaningtyas,2009). Jika remaja merasa memiliki kekurangan pada dirinya dalam konteks fisik, maka remaja ini akan cenderung menggunakan barang-barang branded sebagai kompensasi terhadap kekurangannya. (Sinaga dalam Kusumaningtyas, 2009). Perilaku seperti ini sering menimbulkan masalah pada diri remaja. Tidak jarang penulis temui remaja-remaja yang kepercayaan dirinya tergantung pada barang-barang branded. Bukan nama yang sebenarnya “Mawar” (16 tahun), “saya nggak PD jalan dan nongkrong sama teman-teman d Mall-mall, cafe, restaurant dan tempat-tempat keren lainnya, kalau ngga pake barang-barang branded, karena dengan barang-barang branded kepercayaan diri saya semakin bertambah,dan untuk mendapatkan biasanya minta sama orangtua bahkan sampai merengek-rengek” ungkapnya sambil tersenyum. Sebenarnya mengkonsumsi barang-barang branded yang tergolong mahal itu tidaklah menjadi problem yang sangat besar bagi remaja yang status ekonominya memang serba berkelebihan, remaja telah memahami bahwa kepercayaan diri itu tidak hanya dari menggunakan barang-barang branded, dan perlu diingat juga jangan sampai memaksakan keadaan, karena itu akan menyebabkan kondisi keuangan tidak terorganisasi dengan baik. Namun sangat disayangkan bahwa realitasnya sebagian remaja melakukan hal-hal yang buruk untuk memenuhi keinginannya, seperti memaksa orang tua bahkan ada yang sampai menipu orang tuanya. Contohnya “LD” (18 tahun) menghabiskan uang kuliahnya belanja barang-barang branded seperti baju, tas, sepatu di mall-mall & di butik-butik, perlengkapan kampus yang lebih pentingpun terabaikan. Dan jika merasa budgetnya sudah tidak mencukupi dia hanya meminta uang bahkan tidak segan berbohong ke orangtuanya dengan alasan pembayaran uang kuliah seperti uang praktek, uang buku, uang ujian dll. Tidak hanya itu saja banyak hal-hal yang lebih buruk lagi, seperti menjual diri sebut saja “Bunga” (19 tahun), rela melakoni profesi sebagai PSK karena tuntutan gaya hidup yang up to date yang membuat rasa percaya dirinya meningkat. “hmmmmmmm Sekarang mah enak bebas beli barang-barang branded dan tentunya lebih percaya diri bergaul dengan teman-teman”, ungkapnya polos”. Rasa ketergantungan remaja terhadap barang-barang branded seperti diatas semakin hari semakin banyak kita saksikan, disaat remaja diharapkan menjadi generasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa, sungguh memprihatinkan ketika kita melihat fakta bahwa hal tersebut berbanding terbalik. Tentu sebagai orangtua tidak menginginkan hal-hal buruk diatas terjadi pada anak-anak, dan remaja-remaja sendiri pun tidak menginginkannya, karena dampaknya sangat buruk dan tentunya akan menimbulkan penyesalan dikemudian hari. Nah sekarang pertanyaannya adalah bagaimana agar remaja terhindar dari perilaku negatif seperti ini ? solusinya adalah pertama dari orangtua karena orangtua memegang peranan yang paling istimewa. Orang tua harus secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta dan sayang, sehingga anak akan berpikir bahwa ia pantas untuk dicintai baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri, sebaliknya jika orangtua tidak memberikan kehangatan, penerimaan dan cinta dalam hubungan dengan anak, maka anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kurang, orangtua sebaiknya menghindari membanding-bandingkan dengan saudara kandung ataupun dengan anak orang lain, dan orangtua harus membiarkan anak mengambil resiko, membuat pilihan, memecahkan, dan mengakhiri apa yang telah anak mulai. Sedangkan Untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada diri remaja sendiri yaitu remaja harus memiliki konsep diri yang positif, jika seseorang individu sudah mengenal keadaan dirinya dan dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki maka individu tersebut akan memiliki percaya diri yang baik, percaya pada kemampuan diri sendiri dan menganggap bahwa diri kita sebagai seseorang yang spesial kita tidak boleh menganggap remeh diri kita sendiri karena kita dilahirkan dalam keadaan hebat, percaya bahwa kita dilahirkan memiliki kelebihan untuk menutupi kelemahan orang lain, Perkaya diri dengan banyak pengetahuan karena itu akan membuat rasa percaya diri meningkat ketika sedang berbicara, berinteraksi dengan lingkungan dengan interaksi seseorang individu akan memperoleh informasi dirinya dari orang lain, sehingga individu lebih mengenal dirinya lebih dalam, mendekatkan diri dengan lingkungan yang positif seperti masuk dalam tim olahraga, kesenian, kelompok-kelompok diskusi atau berorganisasi karena untuk meningkatkan rasa percaya diri bukan hanya soal jadi populer tapi bagaimana “dikenal”, dan tentunya jalan yang termudah adalah bergabung dengan kelompok-kelompok olahraga, kesenian, kelompok diskusi di sekolah, kampus, dan organisasi kemasyarakatan lainnya, nah yang terakhir adalah berdoa karena semua usaha akan lebih sempurna jika diiringi dengan doa. So come on, jadilah remaja yang cerdas jangan mau jadi remaja yang menggantungkan kepercayaan diri pada barang-barang branded, percayalah tanpa barang-barang branded kalian para remaja akan tetap menjadi anak yang keren kok,karena membanggakan atau tidak membanggakan, dan diterima atau tidak diterima dalam kelompok sosial itu tidak tergantung pada barang branded yang kalian bawa atau kalian pakai. Sekali lagi penulis ingatkan bahwa, bukan hanya untuk kaum remaja saja tetapi orangtua pun harus mengetahui dan menjalankan fungsi dan perannya dengan baik, sehingga remaja dapat terhindar dari perilaku negatif dan bisa menggapai cita-cita yang diinginkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar