Pages

Jumat, 01 Juli 2016

CIRI-CIRI PEMBUNUH BERANTAI


Tidak ada daftar ciri yang menggambarkan semua pembunuh berantai. Tetapi, penelitian telah mengungkap beberapa pola berulang berulang pada pembunuh-pembunuh berantai. Banyak di antara mereka yang menderita cedera otak, yang menganggu proses berpikir rasionalnya. Sebagian besar pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual, dan atau psikologis tertentu di masa kanak-kanak (Hickey, 1997). Maladjusment (gangguan penyesuaian) selama masa kanak-kanak mereka kadang-kadang diekspresikan dalam bentuk tindakan kejam terhadap binatang. Hampir semuanya adalah pria berkulit putih dengan tingkat kecerdasan biasa-biasa saja. Sebagian besar berusaha mendominasi korban sebelum kemudian membunuhnya. Mereka cenderung tidak membunuh dengan senjata api dan lebih suka menggunakan metode-metode yang lebih intim seperti mencekik, menikam atau bahkan menyiksa. Sebelum membunuh mereka seringkali minum alkohol atau menggunkan obat bius, mungkin untuk mendesensitisasi dirinya sendiri dan mengurangi hambatan untuk melaksanakan niatnya (Hickey, 1997). Mereka cenderung memilih korban dengan tipe tertentu. Misalnya hanya wanita muda yang berkulit pucat. Pembunuh berantai sering memperlihatkan minat obsesif terhadap pornografi yang mengandung kekerasan dan pembunuhan berantainya biasanya merupakan tindak kejahatan yang melibatkan seks. Fantasi seksual pembunuh mungkin semacam latihan sebelum melakukan tindak kejahatannya. Banyak pembunuh berantai yang memutar ulang “rekaman” pembunuhan yang pernah terjadi sebelumnya di dalam pikirannyasebagai stimulasi seksualnya. Sebagian bahkan membuat rekaman video pembunuhannya sehingga ia dapat menontonnya berulang-ulang. Untuk memenuhi kebutuhan kehidupan fantasinya, sebagian menyimpan tanda mata dari korbannya (misalnya jepit rambutnya) dan mengumpulkan klippingsurat kabar yang memuat laporan tindak kejahatannya (Fox dan Levin, 1998).
Profiler kadang-kadang membedakan antara pembunuh yang terorganisasi dan yang tidak terorganisasi (Ressler, Burgess, dan Douglas, 1988). Pembunuh yang terorganisasi memilih korbannya dengan cermat dan merencanakan dengan seksama apa yang akan mereka lakukan terhadap korbannya. Mereka menunjukkan kesabaran dan kontrol diri yang tinggi dengan menunggu kesempatan yang tepat dan membersihkan bukti-bukti setelah selesai membunuh.  Mereka juga lebih cenderung menggunakan ritual yang lebih elaboratif, yang melibatkan penyiksaan terhadap korban dan memotong-motong mayatnya. Sebaliknya pembunuh yang tidak terorganisasi cenderung bersikap impulsif, membunuh akibat amarah yang muncul tiba-tiba atau mengikuti perintah untuk membunuh yang “terdengar” di kepalanya. Pembunuh yang tidak terorganisasi lebih cenderung menggunakan senjata apapun yang kebetulan ada disana, meninggalkan senjatanya di TKP, dan menggunakan mayat korbannya untuk memenuhi tujuan-tujuan seksualnya.
Skema klasifikasi yang lebih terdiferensiasi dikemukakan oleh Ronald Holmes. Holmes mengelompokkan pembunuh berantai menjadi empat tipe : visioner, berorientasi pada misi tertentu, hedonistik, dan berorientasi pada kekuasaan. Tipe-tipe visioner biasanya psikotik. Mereka memiliki visi atau keyakinan bahwa mereka mendengar suara Tuhan atau suara arwah yang memerintahkan kepada mereka untuk membunuh orang-orang dengan tipe tertentu. Tipe yang berorientasi pada misi tertentu tidak terlalu psikotik tetapi dimotivasi oleh keinginan untuk membunuh orang-orang yang mereka anggap jahat atau menjijikkan (misalnya, seseorang berusaha membunuh seorang dokter yang melakukan aborsi). Tipe hedonistik membunuh untuk mendapatkan sensasi tertentu dan mendapatkan sensasi tertentu dan mendapatkan kenikmatan seksual secara sadistis dengan menyiksa korbannya. Tipe keempat yang berorientasi pada kekuasaan mendapatkan kepuasan dengan menangkap dan mengontrol sebelum membunuh. Meskipun keempat kategori ini agak tumpang tindih, tetapi menawarkan insight  tertentu mengenai berbagai macam motif di balik tindak kejahatan yang jarang namun sangat mengerikan ini (Holmes dan DeBurger, 1988). Holmes mengembangkan  tipelogi ini dengan melihat dari dekat ciri-ciri para pembunuh berantai yang terkenal, sehingga ada bukti-bukti yang jelas bahwa mereka dapat dimasukkan ke dalam salah satu di antara empat kategori di atas. Tetapi, masih belum jelas benar apakah semua pembunuh berantai termasuk salah satu di antara keempat kategori itu atau termasuk kategori lain yang belum diidentifikasi.


Mark, Costanzo, (2008). Psychology Applied To Law (Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum). Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar