Tidak ada daftar ciri yang menggambarkan semua pembunuh
berantai. Tetapi, penelitian telah mengungkap beberapa pola berulang berulang
pada pembunuh-pembunuh berantai. Banyak di antara mereka yang menderita cedera
otak, yang menganggu proses berpikir rasionalnya. Sebagian besar pernah
mengalami penganiayaan fisik, seksual, dan atau psikologis tertentu di masa
kanak-kanak (Hickey, 1997). Maladjusment (gangguan
penyesuaian) selama masa kanak-kanak mereka kadang-kadang diekspresikan dalam
bentuk tindakan kejam terhadap binatang. Hampir semuanya adalah pria berkulit
putih dengan tingkat kecerdasan biasa-biasa saja. Sebagian besar berusaha
mendominasi korban sebelum kemudian membunuhnya. Mereka cenderung tidak
membunuh dengan senjata api dan lebih suka menggunakan metode-metode yang lebih
intim seperti mencekik, menikam atau bahkan menyiksa. Sebelum membunuh mereka
seringkali minum alkohol atau menggunkan obat bius, mungkin untuk
mendesensitisasi dirinya sendiri dan mengurangi hambatan untuk melaksanakan
niatnya (Hickey, 1997). Mereka cenderung memilih korban dengan tipe tertentu.
Misalnya hanya wanita muda yang berkulit pucat. Pembunuh berantai sering
memperlihatkan minat obsesif terhadap pornografi yang mengandung kekerasan dan
pembunuhan berantainya biasanya merupakan tindak kejahatan yang melibatkan
seks. Fantasi seksual pembunuh mungkin semacam latihan sebelum melakukan tindak
kejahatannya. Banyak pembunuh berantai yang memutar ulang “rekaman” pembunuhan
yang pernah terjadi sebelumnya di dalam pikirannyasebagai stimulasi seksualnya.
Sebagian bahkan membuat rekaman video pembunuhannya sehingga ia dapat
menontonnya berulang-ulang. Untuk memenuhi kebutuhan kehidupan fantasinya,
sebagian menyimpan tanda mata dari korbannya (misalnya jepit rambutnya) dan
mengumpulkan klippingsurat kabar yang memuat laporan tindak kejahatannya (Fox
dan Levin, 1998).
Profiler kadang-kadang membedakan antara
pembunuh yang terorganisasi dan yang tidak terorganisasi (Ressler, Burgess, dan
Douglas, 1988). Pembunuh yang terorganisasi memilih korbannya dengan cermat dan
merencanakan dengan seksama apa yang akan mereka lakukan terhadap korbannya.
Mereka menunjukkan kesabaran dan kontrol diri yang tinggi dengan menunggu
kesempatan yang tepat dan membersihkan bukti-bukti setelah selesai membunuh. Mereka juga lebih cenderung menggunakan ritual
yang lebih elaboratif, yang melibatkan penyiksaan terhadap korban dan
memotong-motong mayatnya. Sebaliknya pembunuh yang tidak terorganisasi
cenderung bersikap impulsif, membunuh akibat amarah yang muncul tiba-tiba atau
mengikuti perintah untuk membunuh yang “terdengar” di kepalanya. Pembunuh yang
tidak terorganisasi lebih cenderung menggunakan senjata apapun yang kebetulan
ada disana, meninggalkan senjatanya di TKP, dan menggunakan mayat korbannya
untuk memenuhi tujuan-tujuan seksualnya.
Skema klasifikasi yang lebih terdiferensiasi dikemukakan oleh
Ronald Holmes. Holmes mengelompokkan pembunuh berantai menjadi empat tipe :
visioner, berorientasi pada misi tertentu, hedonistik, dan berorientasi pada
kekuasaan. Tipe-tipe visioner biasanya psikotik. Mereka memiliki visi atau
keyakinan bahwa mereka mendengar suara Tuhan atau suara arwah yang
memerintahkan kepada mereka untuk membunuh orang-orang dengan tipe tertentu.
Tipe yang berorientasi pada misi tertentu tidak terlalu psikotik tetapi
dimotivasi oleh keinginan untuk membunuh orang-orang yang mereka anggap jahat
atau menjijikkan (misalnya, seseorang berusaha membunuh seorang dokter yang
melakukan aborsi). Tipe hedonistik membunuh untuk mendapatkan sensasi tertentu
dan mendapatkan sensasi tertentu dan mendapatkan kenikmatan seksual secara
sadistis dengan menyiksa korbannya. Tipe keempat yang berorientasi pada
kekuasaan mendapatkan kepuasan dengan menangkap dan mengontrol sebelum
membunuh. Meskipun keempat kategori ini agak tumpang tindih, tetapi menawarkan insight tertentu mengenai berbagai macam motif di
balik tindak kejahatan yang jarang namun sangat mengerikan ini (Holmes dan DeBurger,
1988). Holmes mengembangkan tipelogi ini
dengan melihat dari dekat ciri-ciri para pembunuh berantai yang terkenal,
sehingga ada bukti-bukti yang jelas bahwa mereka dapat dimasukkan ke dalam
salah satu di antara empat kategori di atas. Tetapi, masih belum jelas benar
apakah semua pembunuh berantai termasuk salah satu di antara keempat kategori
itu atau termasuk kategori lain yang belum diidentifikasi.
Mark, Costanzo, (2008). Psychology
Applied To Law (Aplikasi Psikologi Dalam Sistem Hukum). Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar